Senin, 15 Desember 2008

Puasa Dan Pencapaian Derajat Taqwa

Puasa dan pencapaian derajat taqwa

Secara syar’i, puasa adalah menahan diri dari segala yang membatalkan puasa, sejak terbit fajar hingga terbenam matahari dengan disertai niat. Puasa termasuk salah satu dari rukun Islam yang wajib dilaksanakan oleh segenap umat Islam dalam setiap tahunnya. Sebagaimana ibadah ritual yang lain, puasa juga memiliki keutamaan-keutamaan dalam dirinya, seperti yang diungkap dalam hadits qudsi,”Alloh berfirman,’Semua amalan manusia adalah untuk dirinya, kecuali puasa, karena itu adalah untukKu dan Aku yang akan memberikan ganjaran. Dalam hadits lain diceritakan bahwa selama bulan puasa, Alloh membuka pintu-pintu surga dan menutup pintu-pintu neraka serta membelenggu setan dan didalam bulan puasa terdapat satu malam yang memiliki keutamaan lebih dari seribu bulan dan ,tak kala penting, setiap amal kebaikan itu pahalanya dilipatkan oleh Alloh lebih dari bulan-bulan biasanya.

Puasa merupakan ibadah ritual yang diwajibkan kepada umat Islam pada tahun kedua hijriah, setelah turunnya ayat perintah puasa dalam SQ Al-Baqarah:183; ,”wahai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa. Puasa bukanlah syariat yang khusus diwajibkan pada umat islam semata, pada umat sebelumnya syariat puasa telah ditetapkan dan pelaksanaannya telah diberlakukan. Sebagai ibadah, Alloh mewajibkan puasa dalam rangka mendidik umat Islam menjadi umat yang bertaqwa, La’allakum tattaquun.

Taqwa dalam pengertian umum adalah mengerjakan segenap perintah Alloh dan menjauhi semua laranganNya. Dalam ibadah puasa, ketaqwaan yang diharapkan Alloh atas umat islam adalah seperti yang di jelaskan oleh Nabi dalam sabdaNya,” Puasa itu merupakan benteng. Jika salah seorang diantara kamu berpuasa janganlah ia berkata keji dan mencaci maki…,Al-Hadits. Nabi menghendaki bahwa puasa tidak sekedar meninggalkan aktifitas makan-minum disiang hari dan menggantinya dengan berbuka pada waktu maghrib dan saat menjelang subuh. Lebih dari itu puasa berarti meninggalkan perkataan keji dan cacimaki, bahkan puasa berarti meninggalkan segala bentuk konflik, dan perpecahan umat. Al-Qur’an sendiri melarang pelecehan, penghinaan, stereotip negatif terhadap sesama manusia setelah menyatakan iman. Pendek kata puasa menghendaki kedamaian. Tidak heran bila Rosul memuji bahwa mulut orang yang berpuasa itu dihadapan Alloh lebih wangi dari pada bau minyak misik, karena puasa dapat menahan dari cacimaki, konflik, dan perpecahan umat. Tidak ada balasan pantas bagi orang yang berpuasa – iman dan ihtisab- selain dari janji Alloh dalam ucapan Rosulnya ,” Sesungguhnya surga itu memiliki sebuah pintu, disebut ‘Rayyan’ ( pemuas dahaga ). Dipanggil pada hari qiyamat, manakah orang-orang yang berpuasa? Apabila orang terakhir dari mereka telah masuk, maka pintu itu pun ditutup.

Abu Ja’far

Tidak ada komentar:

Posting Komentar