Rabu, 11 November 2009

Refleksi di hari Pahlawan

Kemarin bangsa kita memperingati hari Pahlawan 10 November. Dari buku-buku sejarah yang kita baca, cerita guru, para sesepuh saksi sejarah, ataupun film documenter kita dapat membayangkan bagaimana semangat heroisme pejuang mempertahankan kemerdekaan yang baru saja mereka enyam setelah tiga abad lebih nusantara dibawah kungkungan penjajah.
Keinginan untuk merdeka dari kolonialisme mendorong pejuang untuk merebutnya walaupun harus kontak fisik dengan modal senjata apa adanya, sekalipun nyawa harus jadi taruhannya.
Mereka yang telah membaktikan jiwa raga demi cita-cita merdeka ,berdiri diatas kaki sendiri, mengimpikan dan menitipkan kehidupan yang lebih baik kepada generasi selanjutnya agar kemerdekaan benar-benar tewujud dalam realitas kehidupan yang sesungguhnya.
Mereka yang dulu meninggalkan anak istri maju kemedan perang berharap anak cucu mereka hidup merdeka, berkesempatan mengenyam pendidikan, mendapatkan pekerjaan yang layak, pendek kata, benar-benar merdeka lahir batin.
Namun setelah 64 tahun negeri ini merdeka muncul satu pertanyaan apakah negeri ini telah benar-benar merdeka? Jawaban dari pertanyaan ini sangat tergantung dari apakah sampai kini negeri ini masih memiliki generasi yang memiliki sifat kepahlawanan.
Disegala bidang baik social, ekonomi, politik, agama, budaya, kita masih sering menjumpai penyimpangan. Korupsi kolusi nepotisme (KKN) adalah berita harian yang memenuhi headline media massa. Penyelewengan wewenang pejabat marak dari muara hingga hilir. Belum lagi mentalitas mereka bak raja padahal sesungguhnya justru rakyatlah tuan mereka
Di era reformasi di perlukan pahlawan2 baru yang berjiwa kesatria seperti pendahulunya yang mau berkorban demi suatu masa yang lebih baik. Pahlawan yang sanggup mengalah demi kesejahteraan orang banyak, bukannya bermental aji mumpung, serakah nggak pernah kenyang, penjajah berkulit hitam.
Mari kita menengok diri kita apakah masih ada sifat kepahlawanan dalam diri kita?