Rabu, 17 Desember 2008

islam

Islam*

Apa yang kita ketahui tentang islam, agama yang kita yakini dan kita pilih sebagai jalan hidup kita, way of our life. Nabi Muhammad SAW yang membawa dan memperkenalkan islam pada seluruh umat manusia. Saya tidak tahu banyak tentang arti devinitif tentang islam yang sesungguhnya karena memang kapasitas saya membatasi diri saya untuk menjabarkan arti islam secara memuaskan. Disini saya hanya ingin mengatakan bahwa islam yang saya dengar dulu dari guru pada saat belajar di pesantren, walau secara sepotong dan tidak lengkap, adalah menyerahkan diri sepenuhnya pada Allah.

Kata islam menurut yang saya dengar bermakna pasrah dan menyerahkan diri secara total pada Allah. Kata islam itu berasal dari kata aslama-yuslimu-islaman. Kata ini di bentuk dari kata dasar salima-yaslamu yang berarti selamat, yaitu selamat dari segala hal yang membahayakan. Mungkin saja pengertian sederhananya adalah menyerahkan diri secara total pada Allah supaya terhindar dari hal yang membahayakan di dunia dan akhirat. Pendek kata islam yang saya pahami dan yakini adalah islam yang menghendaki sepenuhnya untuk menyerahkan diri pada Allah

Saya masih ingat ada ayat yang menjelaskan, kira-kira maksudnya kurang lebih, bahwa seluruh alam ini sepenuhnya pasrah pada Allah ( lihat pada ayat 83 surat Ali Imran). Dari ayat diatas saya berkesimpulan bahwa jagat raya yang luas itu memiliki sikap tunduk terhadap aturan yang telah ditetapkan untuknya sehingga tidak saling tabrakan dalam garis orbitnya. Kepatuhan seluruh isi alam raya pada aturan (sunnatullah) melahirkan gerak harmonis antar warga alam raya dalam lingkaran tata surya.

Ada satu ungkapan pendek berbunyi: “ aslim… taslam !”, artinya “ masuklah Islam.. selamat! .. dengan kata lain jika engkau berserah diri pada Allah maka hidupmu akan selamat, hidupmu akan harmonis seperti gerak harmonis tata surya.

Ungkapan diatas menunjukkan bahwa Islam menawarkan suatu paradigma hidup yang harmonis sekaligus menyelamatkan manusia dengan cara tunduk pada aturan Allah. Keselamatan yang ditawarkan bersifat paripurna melebihi tata nilai yang ada sebelumnya yang berkembang di berbagai peradaban manusia. Mengapa demikian ? karena nilai islam bersumber dari satu kekuatan yang absolute melampaui tata nilai yang diproduk oleh peradaban manusia dimanapun. Hal ini pernah dibuktikan oleh sejarah kenabian Muhammad SAW selama beliau membangun masyarakat Madina dan diteruskan oleh para sahabat beliau yang setia.

Sesunguhnya Islam itu berangkat dari satu premis :Tunduk pada Allah dan setara dihadapan manusia. Keselamatan dan kelangsungan hidup manusia hanya terwujud bilamana hubungan antar manusia itu bersifat setara dihadapan role of law (baca: hukum Allah) karena bila tidak maka akan terjadi diskrimasi dalam perlakuan hukum, sebagai akibatnya akan terjadi kanibalisme, manusia makan manusia, homo mini lupus.

Oleh karena itu hal yang paling krusial saat ini adalah bagaimana sosialisasi paradigma islam secara utuh kepada masyarakat melalui pendidikan islam yang benar agar terjadi suatu kesadaran umat islam secara massif.

Dalam satu diskusi tentang perlunya integrasi umat islam, teman saya menunjukkan satu ayat Al-Qur’an yang membicarakan tentang proses penciptaan alam. Dikatakan, bahwa penciptaan langit dan bumi itu lebih besar dari pada penciptaan manusia. Apa kaitannya dia membicarakan makna islam dengan ayat tadi ?

Dia bilang “ setidaknya alam ini yang pembikinannya lebih rumit ( tentunya dalam sudut pandang kita sebagai manusia ) itu saja pasrah pada kehendak dan kemauan Allah”, “dan lagi” katanya kemudian “masak kita yang cara buatnya lebih mudah justru ingkar dan tidak mampu berpasrah diri padaNya”. “Kamu tahu nggak”, katanya melanjutkan bahwa mereka itu selalu bertasbih pada Allah siang malam”, sambil menunjukkan dalil yang ada dalam surat Al-Isra’ ayat 44. … itu artinya bahwa totalitas kepasrahan mereka di ikuti dengan tindakan.

Dari sini saya teringat pengajian tafsir yang pernah saya ikuti dulu dari kiyai saya yang pintar baca kitab kuning dengan metode utawi iki iku. Beliau mengatakan bahwa dalam diri Rasul itu ada suri tauladan bagi orang yang menghendaki pengharapan pada Allah. Beliau menjelaskan bahwa kaitan islam dengan ayat ini adalah bahwa siapa saja yang ingin menangkap makna islam itu seharusnya secara total sekuat tenaga mengikuti suri tauladan Rasul. Diakhir penjelasannya kiyai saya mengatakan fattabi’uunii yuhbibkumAllah.

Inilah yang saya ketahui tentang makna islam, sederhana bukan ?

Abu dja’far*

Ihsan

IHSAN*

Ketika belajar di pesantren dulu, aku ingat ada pengetahuan baru yang aku peroleh dari keterangan guruku, yaitu tentang ihsan. Waktu itu pelajaran ilmu tauhid. Ihsan itu kata guruku adalah lanjutan dari islam dan iman. Bila seseorang ingin memiliki nilai lebih dihadapan Allah maka ia harus bersikap ihsan. Salah seorang dari temanku yang kebetulan cerdas dan kritis bertanya bagaimana seseorang bisa mencapai derajat iman yang sesungguhnya, oleh guruku dijawab bahwa semua itu dicapai bila ia telah mencapai derajat ihsan. Ihsan, demikian kata guruku menjelaskan adalah beribadalah pada Allah seakan-akan engkau melihatnya, dan bila engkau tidak mampu melihat Allah maka sesungguhnya Allah melihatmu.

Masih ingat betul pada saat itu bahwa contoh yang diberikan guruku untuk memahamkan konsep ihsan kepada semua siswa yang mengaji saat itu adalah contoh sholat. Tentu saja saat itu aku belum bisa mencerna semua keterangan beliau tentang ihsan, lebih-lebih aplikasinya dalam bentuk sholat. Dan kinipun aku rasa masih dalam tanya yang besar, yaitu apakah setelah lama mendalami ilmu agama di pesantren saya dapat mencapai apa yang diharapkan oleh guruku tersebut. Sering kali aku berfikir bahwa jangankan untuk mencapai tingkatan memahami konsep ihsan dengan baik, konsep islam dan iman pun aku merasa belum memahami sepenuhnya terlebih mempraktikkannya.

Sampai suatu ketika dalam pengajian tafsir yang saya ikuti, kiyai saya mengupas tentang ayat yang mengatakan:

,”fattaqu Allah maa istatho’tum”.

Secara sederhana beliau menyatakan bahwa sesungguhnya Allah senantiasa menuntut hambanya untuk berlomba-lomba meningkatkan ketaqwaannya hingga ia merasa bahwa kemampuan dirinya untuk berserah diri pada Allah telah mencapai titik optimal dalam usahanya, sambil beliau menunjukkan ayat yang mendukung ulasannya “ fastabiquu al-khoiraat…” .

Bukan berarti bahwa ayat itu telah menggugah aku untuk mencapai pemahaman yang benar tentang ihsan. Hingga tulisan ini aku buatpun aku belum memahami secara tuntas tentang maksud dari ihsan. Hanya saja dapat aku katakan bahwa ada bebetapa hal yang menurut saya baik untuk saya kemukakan disini yang dapat membantu memperbaiki pemahaman saya tentang ihsan.

Saya memahami konsep ihsan itu haruslah berpijak dari kepasrahan dan keyakinan yang mendalam bahwa beragama yang benar adalah praktik nyata seorang muslim. Bagaimana kita mampu menginsafi sebuah ajaran agama bilamana dalam kenyataanya sering kali kita justru nihil dalam aktualisisinya. Menyakini sebuah ajaran agama menuntut seseorang untuk membuktikan secara nyata bahwa ia memang betul-betul beriman sepenuhnya dan pada jalur yang dikehendakiNya.

Dari asumsi ini saya mengembangkan lebih lanjut mengenai aplikasi konsep ihsan, diantaranya adalah pertanyaan obyek ihsan itu apakah meliputi wilayah horisontal disamping bersifat vertikal? Ini penting bagi kita bila ingin mendapatkan pengertian yang cukup tentang maksud dari konsep ihsan. Tidakkah kita juga pernah dengar bahwa ada ayat yang menjelaskan bahwa justru keselamatan kita terletak pada keseimbangan hubungan vertical dan horisontal kita:

,”Dan berpegang teguhlah pada tali Allah (hablun min Allah) dan tali Manusia (hablun min an-nas) ……,”

. Rasul sendiri pernah bersabda:

,”sebaik-baik manusia adalah mereka yang paling bermanfaat bagi manusia”.

Oleh karena itu saya yakin bahwa makna ihsan yang sesungguhnya dari redaksi hadis yang menyatakan bahwa :

.“beribadahlah seakan kita melihat Allah, dan bilamana kita tidak mampu melihat Allah maka sungguh Allah melihat kita”, adalah bahwa setiap ibadah yang kita tujukan pada Allah baik ritual maupun sosial adalah berlandaskan pada sikap pasrah dan keyakinan yang tulus untuk mengimplementasikan keislaman dan keimanan kita dalam kehidupan yang nyata ditengah-tengah masyarkat.

Adapun contoh sholat yang di kemukakan oleh guruku dahulu adalah bukti bahwa sholat haruslah berfungsi sebagai pembina keharmonisan hidup kita selaku hamba Allah dan umat manusia. Benarkah konsep ihsan yang demikian ini? Abu dja’far*

Selasa, 16 Desember 2008

umat dan Pemahaman Agama

Umat dan Pemahaman Agama*

Umat islam kembali diributkan oleh munculnya aliran sesat yang disebarkan oleh Ahmad Mushodiq alias Abdus Salam yang mengklaim dirinya sebagai nabi baru dan menyebarkan ajarannya di bawah panji Al-Qiyadah Al-Islamiyah. Latar belakang keberanian ahmad mushodiq menyebarluaskan pemahamannya itu menurutnya awal mulanya ketika dia menerima ilham setelah “berkholwat” selama 40 hari di gunung bunder kota bogor.

Sebelumnya umat Islam juga terusik oleh munculnya Lia Aminudin yang di kenal Lia Eden, ia mengaku telah bertemu serta mendapat wahyu dari malaikat Jibril dan kini setelah keluar dari hukuman penjara tetap melanjutkan misinya menegakkan kerajaan Edennya.

Menarik untuk mencermati dari fenomena maraknya aliran-aliran baru yang mengklaim bahwa ajaran-ajaran yang mereka bawa adalah merupakan hasil dari pertemuan pendirinya dengan malaikat jibril sebagai hasil dari proses kholwat selama 40 hari.

Mengapa ini dikatakan menarik, karena ada kesan peniruan terhadap apa yang telah dilakukan oleh Rosul ( Muhammad ) sebelum Beliau menerima Wahyu pertama di gua Hira’, yaitu beliau berkholwat selama 40 hari, juga Nabi Musa saat menerima sepuluh perintah dari Allah setelah berkhalwat di gunung thur selama 40 hari.

Ada kesan tumbuhnya aliran baru ini memerlukan dukungan basic teologisnya agar ajaran mereka diterima masyarakat. Klaim mereka tentang pertemuan dengan malaikat jibril mengokohkan gerakan mereka di kalangan masyarakat bahwa misi mereka merupakan perintah “langit”. Yang menyedihkan adalah pengikut aliran sesat itu justru sebagian besar dari golongan ekonomi lemah dan golongan terpelajar yaitu anak-anak pelajar dan mahasiswa. Ada apa dengan kondisi keagamaan masyarakat kita sehingga dengan mudah dikecoh oleh orang-orang yang sesat pemikiran aqidahnya? Adakah ini murni motif keagamaan ataukah terdorong oleh motif lain, misalnya motif ekonomi?

Kenyataannya… kita jumpai bahwa tidak semua masyarakat berkesempatan mengenyam pendidikan agama secara memadai baik yang diselenggarakan oleh pesantren maupun oleh majlis ta’lim. Lebih parah lagi system pendidikan kita miskin orientasi pencerdasan spiritual, sebaliknya hanya terfokus pada kemampuan kognitif semata, sehingga out put pendidikan tidak memiliki basic agama yang mumpuni. Dunia usaha pun kurang mempedulikan integritas moral seseorang yang mengajukan lamaran pekerjaan. Inilah barangkali faktor agama dan ekonomi yang mempengaruhi keputusan seseorang untuk menentukan sikap mengikuti ajakan aliran sesat.

Hal ini diperkeruh hubungan internal umat yang senantiasa mengedepankan perbedaan di banding usaha-usaha untuk mencari titik temu pandangan keagamaaan hingga energi umat banyak tersedot mengurusi hal-hal furu’. Dan yang paling penting adalah kesadaran masyarakat untuk selalu merujuk masalah-masalah agama pada ulama’ yang memiliki otoritas dibidangnya sehingga dapat dihindari masuknya pemikiran yang tidak memiliki argumentasi yang kokoh dan terkesan menuruti selera orang.

Demikianlah kondisi umat islam kita sesungguhnya. Masih banyak hal yang harus ditangani secara serius sehingga kedepan umat islam memiliki aqidah yang kokoh, sumberdaya kompetitif dan daya saing serta tingkat produksi yang tinggi agar tidak ada lagi alasan bahwa umat islam terperosok kedalam aqidah yang sesat disebabkan oleh kebutuhan ekonomi yang mendesak.

Mohammad Yahya*

Hidup Damai

Hidup Damai*

Hidup damai merupakan idaman setiap orang. Kedamaian itu tolok ukurnyaadalah suasana batin yang tenang tanpa ada suatu problem atau masalah yang mengganjal dalam benak setiap orang. Secara umum orang memandang bahwa berlimpahnya materi merupakan factor utama capaian hidup damai. Dimana-mana setiap orang memperdebatkan esensi hidup damai yang ujung-ujungnya sepakat untuk menempatkan kemapanan ekonomi sebagai pilar utamanya

Setiap hari kita baca di media cetak ataupun kita lihat di media elektronik berita tentang tuntutan perbaikan nasib orang. Tentu saja maksud dari tuntutan itu adalah perbaikan ekonomi, kesempatan kerja, dan kelayakan hidup. Juga berita konflik fisik antar etnis, agama, aparat keamanan dengan kaum buruh, penegak hukum dengan tersangka korupsi maupun sesama politisi anggota DPR, dan yang tak kalah penting adalah kelaparan akibat dari musibah alam yang berkepanjangan. Semua itu menunjukkan bahwa hidup damai masih ibarat bara jauh dari panggang.

Apakah hidup damai itu suatu yang absurd dan utopis ? kita boleh saja berpendapat bahwa selama hidup berlangsung sesungguhnya kedamaian hakiki itu adalah suatu yang nonsent karena ukuran kenyamanan hidup itu tidak jelas parameternya. Alasannya sederhana saja bahwa dalam mempertahankan hidup setiap orang tergerak untuk meningkatkan taraf ekonominya, akibatnya secara tidak langsung timbul persaingan atau kompetisi peningkatan kualitas dalam produksi, pelayanan, managemen, publikasi, maupun pasar.

Lantas apakah sedemikian erat korelasi antara hidup damai dengan kemapanan ekonomi yang kita bangun ? apakah dengan hidup mapan secara ekonomis berefek pada kedamaian hidup ? dua pertanyaan ini mengingatkan kita pada ungkapan yang pernah kita dengar dari guru kita sewaktu belajar di sekolah dasar, yaitu min sana in korpori sano yang artinya dalam jiwa yang sehat terdapat pada tubuh yang sehat, analoginya hidup yang damai terdapat pada ekonomi yang mapan

Dalam hal ini tentu saja tidak akan rampung perdebatan hakikat hidup damai itu dimulai dari mana, karena paradigma yang dipakai berbeda. Satu pihak berprinsip pada mendahulukan kebutuhan perut untuk menata kebutuhan batin, pihak lain sebaliknya berpijak dari konsep kedamaian dan ketenangan batin untuk menata hidup secara kreatif.

Tidak sedikit hidup berlebihan justru menimbulkan stress, was-was, prasangka berlebihan terhadap semua orang. Kita lihat saja tingkah pola orang yang the have mengatur orang-orang sekitarnya( baca: keluarganya ) bahkan untuk hal-hal yang paling pribadi seperti mengatur selera anaknya dalam memilih jodoh, kalau perlu pilih orang yang kaya biar hartanya tidak lari keorang miskin. Padahal selera adalah soal hati. Ujung-ujungnya akibat dari pola hidup yang sedemikian itu adalah timbulnya sakit liver karena terlalu banyak mikir soal harta, dan bukannya hidup damai yang di idamkan.

Terlebih lagi hidup kekurangan adalah biang dari segala masalah. Kata-kata bijak menyatakan bahwa hampir saja kemiskinan itu menjerumuskan pada jurang kekafiran dimana-mana kita lihat fenomena orang-orang miskin terutama dikota -kota besar hingga kita kenal istilah kaum miskin kota, konsorsium rakyat miskin kota. Mereka itu ada yang bekerja sabagai tukang minta-minta, pengamen jalanan. Setiap hari mereka melihat- tanpa bisa meraih kecuali berharap uang receh dari sakunya – orang-orang kaya lalu lalang dengan mobil mewahnya.

Boleh jadi jurang kekafiran itu tidak sebatas konversi keyakinan dari satu agama ke agama lain yang bersifat teologis, lebih dari itu bisa bersifat sosiologis, artinya bahwa kemiskinan menyulut pengingkaran sebagian pihak untuk mengakui eksistensi pihak lain yang mapan dan mendorong mereka untuk melakukan tindak kriminalitas seperti penjarahan, pencurian, pembunuhan, seperti yang pernah terjadi dalam kasus tasikmalaya di penghujung tahun 90 an.

Demikianlah hidup damai itu parameternya tidak selalu ketercukupan materi, meskipun tidak dipungkiri bahwa materi itu mendukung terciptanya ketenangan hidup. Barangkali penting untuk menengok pesan Nabi yang mengatakan ,“sebaik-baik perkara adalah yang ditengah-tengah”. Pesan ini mengajarkan kita untuk hidup seimbang antara kebutuhan spiritualitas dan material. Wa Allahu A’lam. Abu Dja’far*

foto anakku tersayang

habis konser......
ini ja'far Muhammad

Watak Sosial Ibadah Puasa

Watak sosial ibadah puasa

Puasa merupakan salah satu dari kewajiban agama yang dibebankan Allah kepada umat islam. Kewajiban ini adalah dasar bagi pembentukan karakter umat muslim dalam membangun kehidupan manusia dalam bermasyarakat. Karakter tersebut adalah ketaqwaan sikap dan perilaku umat islam, seperti dikatakan oleh Al-Qur’an ,QS.2:183; ….la’allakum tattaquun.

Sebagai kewajiban, puasa berkedudukan sama dengan ibadah ritual lainnya dalam hal status hukumnya. Artinya, bahwa puasa adalah bagian dari piranti agama yang utama disamping ibadah lainnya semisal ibadah sholat, zakat, juga ibadah haji. Ini artinya ada konsekwensi hukum bagi yang mengerjakan maupun yang meninggalkan bahkan bagi yang mengingkari hukum melaksanakan ibadah puasa.

Namun demikian puasa bukan semata-mata ibadah ritual yang tidak memiliki dimensi sosial didalam dirinya. Sebagaimana puasa merupakan ibadah dalam rangka Hablun Min Allah, hubungan vertical antara hamba pada Allah ataupun hubungan balik Allah terhadap hambaNya, seperti dalam hadits Qudsi,” As-shoumu lii wa ana ajzii bih”. Puasa itu untukKu dan Aku yang akan memberi balasan, puasa memiliki muatan nilai Hablun Min An-Nas, yaitu hubungan antar manusia. Bila efek ritualitas ibadah sholat itu secara social dapat mencegah terjadinya kemungkaran (chaos)-alfahsya’ wa al-munkar- dalam masyarakat maka pengaruh psiko-social ibadah puasa adalah kesadaran masing-masing anggota masyarakat dalam kedudukan social mereka, yaitu lunturnya stratifikasi social sebab rasa lapar dan haus si kaya (the have) dan si miskin (the poor) saat bersama-sama menjalankan ibadah puasa Pendek kata puasa dapat menyadarkan kesetaraan sekaligus menghilangkan society class sistem.

Al-qur’an sendiri menyatakan dalam QS:2;184; ,”wa ‘alaa allidziina yutiiquunahu fidyatun tho’amu miskiin”, artinya ,”dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, memberi makan seorang miskin”. Fidyah itu semacam kompensasi bagi orang yang mengalami keadaan berat.untuk menjalankan puasa.. Pengertian ayat ini menunjukkan bahwa bahwa “kompensasi” fidyah diberlakukan manakala seseorang tidak mampu berpuasa karena factor yang dibenarkan oleh agama dengan memberikan sebagian kebutuhan hidupnya kepada fihak yang membutuhkan. Disini sekali lagi bahwa ibadah puasa mengajarkan seseorang untuk memiliki kepekaan terhadap linkungan social.

Dalam satu hadits rasul dikisahkan bahwa para sahabat nabi yang berpuasa mendapat bantuan makanan dari sahabat lainnya yang tidak berpuasa. Ini adalah satu kasus dimana ibadah puasa dapat membangun solidaritas dan kesetiaan sosial antar sahabat serta empati social. Oleh karena itu tepatlah sikap yang diambil oleh Rasul yang membenarkan Salman ketika ia menegur saudaranya – abu darda’- yang meninggalkan urusan dunia karena tenggelam “spiritualitas individul” dalam ibadah puasa.

Sebagai penutup ada baiknya kita ingat hadits Rasul yang berbunyi: ,”Laisa minnaa man lam yarham shoghiirona wa laa yuwaqqir haqqo kabiriinaa”. Bukanlah termasuk golongan kami seseorang yang tidak menyayangi yang lebih muda dan tidak menghargai hak yang lebih tua.

Selamat berpuasa

Mohammad Yahya

Madina Islamic School teacher

jalan tebet dalam 4 no 1 jaksel

Senin, 15 Desember 2008

Ibu ( Aisha ) In Memorian


Ibuku ( Aisha ) in memorian*

,” berdo’alah dan jangan pernah bosan minta pada Allah karena sesungguhnya satu saja do’amu diterimaNya maka hidupmu akan bahagia. Hari ini ibu bahagia karena do’a ibu diterima oleh Allah”. ( My Mother )

Demikianlah bunyi pesan ibuku (alm) padaku dulu saat beliau masih bersama kami sekeluarga. Aku masih teringat betul pesan itu disampaikan saat ibu menguliti bawang dekat pintu belakang rumah, beberapa hari setelah aku pulang dari pesantren, liburan sekolah. Sampai hari ini pesan itu selalu aku ingat dan aku tak pernah bosan berdo’a pada Allah minta petunjuk, rizki, diampuni dosaku, dan seterusnya.

Ibuku dekat dengan aku sebagaimana beliau dekat dengan anak-anaknya yang lain. Beliau punya cara-cara tersendiri dalam memperlakukan masing-masing anaknya, meskipun juga ada cara umum yang beliau gunakan untuk menyikapi beragam sifat dan watak anak-anaknya. Saya tidak tahu persis berapa banyak pesan yang beliau sampaikan kepada saudara-saudaraku tapi nasihatnya padaku teramat banyak.

Pesan ibu intinya bernilai semangat hidup terutama semangat belajar. Dulu ketika masih di bangku sekolah dasar pernah aku ditanya tentang fungsi sekolah SD dan Madrasah. Beliau Tanya ,” sekolah SD untuk siapa dan Madrasah untuk siapa? Aku jawab ,”SD untuk aku sendiri dan Madrasah untuk ibu”. Sesungguhnya jawaban itu bukan murni dariku tapi terlebih dahulu diajari oleh ibuku, aku tinggal menirukan saja apa katanya. Lucunya pertanyaan itu selalu diulang-ulang setiap saat dan aku tak pernah bosan menjawabnya. Seakan ibuku ingin menguji sejauh mana tingkat memori yang aku miliki. Semakin cepat aku menjawabnya aku semakin bangga karena aku ingat.

Aku baru tahu apa nilai yang ingin ditanamkan ibuku kelak bila aku dewasa yaitu bahwa pendidikan umum dan agama sama-sama punya arti penting dalam kehidupan dunia. Menjalani kehidupan dunia tidak cukup hanya menguasai salah satu dari dunia dan akherat. Dan yang paling penting secara tidak sadar aku dididik untuk memahami arti dedikasi, pengorbanan. Mungkin kurang lebih begini artinya,” bila yahya pinter ilmu agama, yahya ingat ibu nggak? Bila ibu besok sudah tidak lagi mendampingimu karena Allah telah memanggil ibu apakah yahya masih ingat ibu? mau nggak yahya berkorban untuk orang-orang yang ibu cintai ?”.

Ya.. itulah kata kunci yang telah ditanamkan ibuku dulu. Hidup.. seberapapun tingkat keberhasilan yang aku raih di mata ibuku tiada memiliki arti bila tiada punya semangat untuk dedikasi karena yang muncul hanyalah watak egois, nggak mau tahu orang lain, mengisolasi diri dari lingkungan.

Dedikasi itu tak terbatas pada siapa saja, apa saja, agama, Negara, masyarakat, keluarga, ataupun orang lain. Bila aku dapat mengimplementsikan pesan itu maka harapan ibu adalah dapat ganjaran diakherat kelak. Ibuku memang pintar dalam hal ini.

Pernah suatu ketika aku ditanya tentang bioskop, apakah aku selama mondok di pesantren pernah nonton film bioskop? Aku jawab belum pernah. kemudian ibuku bilang begini ,” uangmu boleh kamu habiskan untuk makan apa saja tapi jangan pernah melihat bioskop”. Seperti dulu ketika aku masih kecil, aku hanya jawab iya bu.. padahal saat itu aku sudah SMA ( Aliyah ). Aku tidak punya kekuatan untuk balik bertanya mengapa aku tidak boleh nonton bioskop? Sampai hari ini manakala aku sudah berumah tangga aku tidak pernah nonton bioskop.

Aku meyakini arti larangan itu untuk selamanya sepanjang hidupku. Prinsip fiqh yang menyatakan bahwa an-nahyu yadullu alal faur wal istimrar wa dawaamul waqti aku pegang terus selama hidupku dan aku tak mau menciderai larangan ibuku meski beliau tidak lagi mendampingi hidupku.

Mungkin saja ibuku ingin mengajarkan arti tasharruf rizki yang benar menurut islam yang jauh dari mubazir, karena mubazir itu menurut islam adalah teman syetan. Dan boleh jadi ibuku tahu bahwa bila aku tidak dilarang nonton bioskop maka kelak aku termasuk orang yang keranjingan nonton bioskop.

Pesan dan nasehat beliau terus aku nikmati ketika aku pulang liburan pesantren. Pesan-pesan ini biasanya diselipkan diantara tawaran-tawaran beliau padaku tentang menu makan dan minuman kesukaanku. Pulang kerumah adalah saat-saat untuk balas “dendam” karena menu pesantren yang itu-itu melulu berkisar tempe tahu. Telor, ayam, hanya menu weekend makanya aku hingga hari ini akrab banget sama terong, kangkung, karena tiap hari ketemu.

Ketika dalam perjalanan hidupku aku ingin menghafal Al-Qur’an yang membutuhkan kesabaran untuk menyelesaikannya, aku teringat satu nasihat penting ibuku. Aku katakan nasihat meskipun saat itu beliau sampaikan dalam bentuk cerita saat beliau sekolah dulu. Katanya ,” dulu ketika ibu sekolah, dalam perjalanan pulang maupun pergi ke sekolah senantiasa ibu gunakan untuk membaca surat Al-Ikhlash”. Aku percaya apa yang beliau ceritakan karena aku sendiri menyaksikan kebiasaan beliau setelah sholat maghrib yaitu membaca Al-Qur’an.

Aku menyadari dari cerita beliau ini bahwa diperlukan kesabaran ekstra untuk meraih satu cita-cita luhur dan istiqomah dalam menekuninya, Jangan sampai mudah menyerah sebelum tuntas hafalan Al-Qur’anku. Makanya ketika aku selesai menghapal surat terakhir dalam juz 30, aku ingat betul bahwa malam harinya kau mimpi ketemu ibuku dan apa katanya,” kamu memang anak ibu, kamu memang anak ibu”.

Kini kami tidak lagi didampingi sang ibu yang baik, jujur, ibu yang membangun semangat anak-anaknya untuk terus belajar mengasah pikirannya, akhlaknya dan ibadahnya. Ibuku telah tiada. Ibuku sementara berpisah dengan kami semua. Namun kami yakin ibuku senantiasa melihat aku, saudara-saudaraku, ayahku, anakku yang lucu, keponakanku yang juga lucu-lucu itu.

Ibu.. saat aku tulis ini aku menangis ingat ibu. Ibu.. tak ada seorangpun yang sanggup menggantikan posisimu. Cukup nasihat ibu dan ayah yang aku miliki sebagai bekal meneruskan perjalanan hidup yang tersisa. Aku tak tahu di depanku itu jalan yang mulus ataukah terjal. Ibu.. hanya dengan tulisan ini caraku untuk melampiaskan kerinduanku padamu, rindu nasihat, pesan, contoh baik yang pernah kau berikan padaku. Bacalah tulisanku ini walau aku tak mendengar tapi aku berusaha merasakannya. Ibu.. kini ibu tidak lagi bertanya padaku untuk siapa yahya sekolah SD dan Madrasah.

Ibu…. Doakan aku, ayah, saudara-saudaraku yang juga anak-anakmu, cucu-cucumu. Doakan mereka semua jangan pernah bosan. Sungguh ibu sekarang disisi Allah lebih dekat dan lebih didengar dari pada kami semua. Terima kasih ibu.

Anakmu Yahya Aba Dja’far*

Naskah ini ku tulis untuk mengingat jasa-jasa beliau padaku khususnya dan saudara-saudaraku umumnya, saat aku sendiri di Djakarta tanpa anak istri mendampingiku. Saat aku ingat ibu dalam kesendirianku, saat aku sedih karena jauh dari orang-orang yang aku cintai. Djakarta 06-12-08.

Puasa Dan Pencapaian Derajat Taqwa

Puasa dan pencapaian derajat taqwa

Secara syar’i, puasa adalah menahan diri dari segala yang membatalkan puasa, sejak terbit fajar hingga terbenam matahari dengan disertai niat. Puasa termasuk salah satu dari rukun Islam yang wajib dilaksanakan oleh segenap umat Islam dalam setiap tahunnya. Sebagaimana ibadah ritual yang lain, puasa juga memiliki keutamaan-keutamaan dalam dirinya, seperti yang diungkap dalam hadits qudsi,”Alloh berfirman,’Semua amalan manusia adalah untuk dirinya, kecuali puasa, karena itu adalah untukKu dan Aku yang akan memberikan ganjaran. Dalam hadits lain diceritakan bahwa selama bulan puasa, Alloh membuka pintu-pintu surga dan menutup pintu-pintu neraka serta membelenggu setan dan didalam bulan puasa terdapat satu malam yang memiliki keutamaan lebih dari seribu bulan dan ,tak kala penting, setiap amal kebaikan itu pahalanya dilipatkan oleh Alloh lebih dari bulan-bulan biasanya.

Puasa merupakan ibadah ritual yang diwajibkan kepada umat Islam pada tahun kedua hijriah, setelah turunnya ayat perintah puasa dalam SQ Al-Baqarah:183; ,”wahai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa. Puasa bukanlah syariat yang khusus diwajibkan pada umat islam semata, pada umat sebelumnya syariat puasa telah ditetapkan dan pelaksanaannya telah diberlakukan. Sebagai ibadah, Alloh mewajibkan puasa dalam rangka mendidik umat Islam menjadi umat yang bertaqwa, La’allakum tattaquun.

Taqwa dalam pengertian umum adalah mengerjakan segenap perintah Alloh dan menjauhi semua laranganNya. Dalam ibadah puasa, ketaqwaan yang diharapkan Alloh atas umat islam adalah seperti yang di jelaskan oleh Nabi dalam sabdaNya,” Puasa itu merupakan benteng. Jika salah seorang diantara kamu berpuasa janganlah ia berkata keji dan mencaci maki…,Al-Hadits. Nabi menghendaki bahwa puasa tidak sekedar meninggalkan aktifitas makan-minum disiang hari dan menggantinya dengan berbuka pada waktu maghrib dan saat menjelang subuh. Lebih dari itu puasa berarti meninggalkan perkataan keji dan cacimaki, bahkan puasa berarti meninggalkan segala bentuk konflik, dan perpecahan umat. Al-Qur’an sendiri melarang pelecehan, penghinaan, stereotip negatif terhadap sesama manusia setelah menyatakan iman. Pendek kata puasa menghendaki kedamaian. Tidak heran bila Rosul memuji bahwa mulut orang yang berpuasa itu dihadapan Alloh lebih wangi dari pada bau minyak misik, karena puasa dapat menahan dari cacimaki, konflik, dan perpecahan umat. Tidak ada balasan pantas bagi orang yang berpuasa – iman dan ihtisab- selain dari janji Alloh dalam ucapan Rosulnya ,” Sesungguhnya surga itu memiliki sebuah pintu, disebut ‘Rayyan’ ( pemuas dahaga ). Dipanggil pada hari qiyamat, manakah orang-orang yang berpuasa? Apabila orang terakhir dari mereka telah masuk, maka pintu itu pun ditutup.

Abu Ja’far

PKS: Wacana Gelar Pahlawan Bagi Soeharto

PKS : Wacana Gelar Pahlawan Bagi Soeharto

Oleh : Abu Dja’far

Menjelang 2009 suhu politik makin memanas. Kali ini partai PKS yang menyulut perdebatan sekitar wacana pahlawan dan gelar kepahlawanan. Setelah sebelumnya menuai kritik dari Amin Rais karena menyantumkan figure KH Ahmad Dahlan dalam iklan PKS, kini mereka menggulirkan wacana pemberian tanda pahlawan bagi mantan presiden Soeharto, penguasa ORBA .

Beberapa waktu lalu bertepatan hari pahlawan 10 November pemerintah memberikan gelar pahlawan bagi Bung Tomo dan M Nasir. Pengukuhan tanda gelar ini diberikan setelah melalui perdebatan panjang karena menurut pemerintah kedua tokoh ini dianggap “bermasalah”. Bung Tomo hanya dianggap sebagai tokoh local perjuangan arek-arek Suroboyo yang belum layak mendapatkan pengakuhan secara nasional sebagai pahlawan. Sementara itu meskipun pemikiran dan kiprah M Nasir dipentas perjuangan merebut kemerdekaan diakui secara nasional, namun beliau dianggap sebagai actor dibalik pemberontakan PRRI, sehingga hal ini mengurangi citranya sebagai tokoh nasional. Mungkin dari sinilah latarbelakang mengapa PKS melemparkan wacana perlunya memberikan gelar kepahlawanan bagi mantan penguasa orba yang controversial itu. Yang menarik adalah apa sesungguhnya yang hendak dicapai oleh PKS dengan menggulirkan wacana ini ke publik menjelang pemilu 2009?

Sebagai partai dakwah, PKS didukung oleh anak-anak muda yang memiliki semangat perubahan dan tingkat militansi yang tinggi. Mereka umumnya adalah mahasiswa aktifis kampus yang mau bekerja dan memiliki semangat keislaman yang kuat. Dimana-mana simpatisan PKS menggelar aksi-aksi social seperti bakti social, relawan musibah tsunami, dan tak kala penting adalah aksi demonstrasi non anarkis dan tertib sehingga banyak mendapatkan simpati dari masyarakat. Fenomena pilkada membuktikan bahwa masyarakat telah mendapatkan tempatnya untuk menjatuhkan pilihan politik mereka. Dari sekian banyak pilkada-pilkada yang digelar PKS merupakan partai yang menentukan berhasil tidaknya tokoh yang diusung. Dari sinilah PKS merasa telah memiliki kalkulasi politik menjelang pilpres 2009. Citra yang semakin baik ditopang oleh mesin politik dan system koordinasi hingga tingkat bawah meningkatkan tingkat kepercayaan mereka untuk menggarap pemilih di luar mereka.

Dengan satu asumsi bahwa mereka memiliki pemilih tetap dari kalangan muda mahasiswa dan masyarakat kelas menengah Islam yang tidak dapat diotak-atik, mereka mulai menggarap masyarakat yang secara emosional tidak terlalu terikat oleh semangat keislamannya meskipun mereka adalah orang-orang Islam. Mereka-mereka ini adalah orang-orang yang dulunya menentukan afiliasi politiknya ke partai Golkar dan cenderung Soehartois. Dengan sedikit gambling PKS mencoba mengangkat wacana kepahlawanan Soeharto ke masyarakat sembari wait and see bagaimana umpan balik bola politik itu, yaitu sejauh mana responsi positif yang muncul dari pemilih soehartois tentang tawaran ide PKS itu yaitu layak tidaknya idola mereka menerima gelar pahlawan.

Barangkali saja PKS tidak terlalu ngotot terhadap wacana itu karena mereka sadar bahwa pasti ada gerakan counter dari para korban politik orba, minimal targetnya adalah citra yang semakin baik dan penerimaan yang semakin luas. Makanya strategi yang dipilih adalah menjadikan Anis Matta sebagai juru bicara karena dia dianggap memiliki kapasitas dan kemampuan verbal untuk meyakinkan masyarakat. Dan yang paling penting bahwa Anis Matta merupakan representasi kaum muda yang menginginkan perubahan, oleh karena itu bisa diasumsikan bahwa seolah-olah telah terjadi pergeseran kesadaran kolektif opini kaum muda terhadap soeharto. Siapakah yang diuntungkan? PKS kah, Soeharto beserta keluarganya, ataukah justru Anis Matta, karena keberhasilan dia meyakinkan pemilih Soehartois akan mengukuhkan posisi dia untuk menapaki jabatan presiden PKS mendatang. Wassalam.

Membaca Pemilu 2009

Membaca Pemilu 2009

Oleh Abu Dja’far

Pemilu semakin dekat, partai politik mempersiapkan diri menyongsong pesta demokrasi lima tahunan. Kampanye calon wakil rakyat menjajakan diri ke publik semakin ramai. Baliho, spanduk banner bertebaran di jalan dengan segenap citra caleg dan janji politik pro rakyat. Media elektronik juga tak ketinggalan tak pernah sepi menayangkan iklan calon presiden 2009. Debat partai ataupun the candidat of president menampilkan tokoh-tokoh muda maupun muka lama yang sudah lama kita kenal sebelumnya. Pendek kata tayangan televisi maupun media cetak kini tak jauh dari urusan politik.

Menurut laporan lembaga survey menyatakan bahwa popularitas SBY masih cukup tinggi ratingnya dibanding nama-nama semacam megawati, amin rais, sri sultan, wiranto,sutioso maupun prabowo, lebih-lebih sutrisno bachir notabene ketum PAN itu. Laporan survey menyimpulkan bahwa tayangan iklan calon presiden dimedia elektronik tidak selalu mempengaruhi masyarakat dalam menentukan pilihan politiknya. Contoh mudahnya hingga saat ini popularitas sutrisno bachir maupun wiranto selalu dibawah SBY maupun megawati. Ini menunjukkan bahwa masyarakat pemilih masih setia pada tokoh-tokoh sebelumnya dan tidak terpengaruh pencitraan maupun polesan iklan politik ditelivisi.

Membaca gambaran pemilu kedepan dan tingkat partisipasi masyarakat didalamnya mungkin masih belum pasti, sementara laporan hasil survey tidak dapat dijadikan patokan untuk mengukur sejauh mana tingkat partisipasi masyarakat ikut mensukseskan pesta demokrasi rakyat itu. Karena bagaimanapun sifat dari survey adalah responden representatifnes dari keseluruhan gambaran masyarakat yang diambil dari hasil jajak pendapat meskipun disana disebutkan bahwa batas toleransi ( marginal error ) survey itu secara maksimum lima persen.

Dalam sebuah masyarakat politik dikenal adanya kelompok masyarakat yang tak tersentuh oleh media dan mereka adalah pihak mayoritas dan tersebar dimana-mana. Mereka ini dalam bahasa politik disebut sebagai silent society. Bagi mereka pilihan politik adalah bagian dari kesetiaan dan mereka ini umumnya tidak peduli gonjang-ganjing elit politik ibukota. Logika politik yang mereka gunakan sangat sederhana yaitu kesetiaan pada tokoh yang berdasarkan kharisma tertentu yang bersifat turun temurun. Kasus pasukan berani mati dari jawa timur ataupun stempel darah pendukung mega wati menunjukkan gambaran jelas dari masyarakat diatas.

Makanya tidak heran bila genderang golput semakin keras dari silent society ini manakala tokoh idolanya gagal maju berkompetisi meraih kursi kekuasaan. Fenomena golput yang mencapai 25 % diberbagai pilkada mestinya harus dibaca dari perspektif ini bila pemerintah menginginkan pemilu kedepan diikuti oleh masyarakat keseluruhan.

Pendidikan politik masyarakat juga sejak dini harus disosialisasikan, sementara pada saat yang sama sikap netral penyelenggara pemilu ( baca KPU ) harus ditingkatkan, karena bagaimanapun cost yang besar untuk hajatan pemilu jangan sampai menghasilkan pemimpin yang muncul dari masyarakat yang apatis terhadap pemilu yang ujung-ujungnya mengganggunya dalam pengambilan kebijakan politik strategis. Sudah saatnya kebhinekaan kepentingan disatukan dalam visi membangun bangsa kearah kesejahteraan dan kemakmuran bersama dengan melibatkan sebanyak-banyaknya elemen masyarakat dalam pesta demokrasi dengan tetap memegang prinsip siap kalah dan mengakui kemenangan lawan politik. Selamat berdemokrasi.

Meraih Kasih Sayang Allah

Meraih Kasih Sayang Allah*

Sebuah renungan tasauf

Di setiap pembukaan surat-surat dalam kitab suci Al-Qur’an[1] tertulis kalimat bismillahir rahmanir rahiim , artinya “dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang”. Dikatakan juga bahwa ada sebuah hadis rasul yang suci menyatakan bahwa setiap pekerjaan yang tidak dimulai dengan menyebut nama Allah maka pekerjaan itu akan terputus. Maksud dari hadis itu kurang lebih, bila kita tidak mengawali setiap pekerjaan kita dengan membaca bismillahir rahmanir rahiim maka pekerjaan kita akan mengalami keterputusan terhadap something yang mungkin saja sesuatu itu bernilai bagi kita.

Dikisahkan dalam salah satu penggalan sejarah nabi sulaiman bahwa setelah mendengar ada pemimpin wanita di negeri seberang yang mengabdi pada matahari maka beliau melayangkan surat padanya untuk tunduk berserah diri pada kekuasaan nabi sulaiman. Yang menarik surat “politik” itu diawali kalimat bismillahir rahmanir rahiim. Singkat cerita penguasa perempuan itupun tunduk mengikuti kepemimpinan sulaiman.

Tentunya masih banyak contoh yang dapat ditulis disini tentang bismillahir rahmanir rahiim , namun yang terpenting adalah apa sesungguhnya substansi dari makna bismillah itu, dan apa korelasinya dengan peringatan rasul akan pentingnya mengawali setiap pekerjaan dengan ucapan bismillah.

Ada dua kata penting yang menyertai nama Allah dalam kalimat bismillah, yaitu kata Al-Rahman dan Al-Rahiim. Kata yang pertama berarti Maha Pengasih sementara kata kedua berarti Maha Penyayang. Adakalanya kedua kata ini dalam al-Qur’an disebutkan secara bersama-sama namun terkadang hanya salah satu dari keduanya disebutkan secara terpisah. Bahkan kata Ar-Rahman termasuk salah satu dari nama-nama surat dalam al-Qur’an.

Sesungguhnya kedua kata tersebut berasal dari akar kata yang sama yaitu kata ra-hi-ma yang berarti mengasihi, menyayangi. Kata mengasihi ataupun menyayangi ini terbentuk dari kata dasar yaitu kata kasih, dan kata sayang, dengan begitu secara sederhana kata Pengasih dan Penyayang berarti memiliki sifat mengasihi dan menyayangi.

Sebagai Penguasa yang tak terbatas tentu sifat-sifat yang dimiliki juga tak terbatas, lebih-lebih terbatasi oleh suasana fsikologis seperti halnya perasaan manusia. Oleh karena itu sifat kasih sayang Allah ini tidak mengalami fluktuasi dan tak terpengaruh oleh kinerja manusia mengabdi padaNya.

Ada satu penggalan lirik lagu “Tuhan” yang berbunyi : “ aku jauh Engkau jauh, aku dekat Engkau dekat. Pengertian bait lagu ini bila dikaitkan dengan sifat Pengasih dan PenyayangNya tidak berarti bahwa bila manusia jauh dari Tuhan maka kasih dan sayang Tuhan akan jauh darinya. Jauh dekatnya Tuhan bagi manusia sesungguhnya hanyalah karena manusianya sendiri sengaja keberatan atau enggan untuk ingat Tuhan.

Al-Qur’an sendiri menyatakan bahwa Tuhan itu lebih dekat dari urat leher kita. Nabi juga pernah menggambarkan dalam hadisnya bahwa usaha manusia untuk mendekat kepada Tuhan akan mendapat respons yang lebih dariNya.

Tuhan dan salah satu firmanNya menyatakan demikian : ,” katakanlah; Kepunyaan siapakah apa yang ada di langit dan di bumi?”. Dia telah menetapkan atas dirinNya kasih sayang…(QS Al-An’am: 12 ). Maksud dari statement itu adalah bahwa Tuhan telah berjanji pada diriNya sendiri sebagai bentuk kemurahanNya yaitu akan melimpahkan rahmat kepada makhlukNya. Jadi sesungguhnya konsep management Rububiyahnya Tuhan terhadap makhluknya adalah management Rahmah ( kasih dan sayang ).

Tidak ada dalam “benak” Tuhan ketika menciptakan sesuatu apapun itu terbetik perasaan ingin menzalimi ciptaanNya. Sebaliknya segala keperluan makhlukNya tercatat dalam Lauh Al-Mahfuzh ( papan yang terjaga ). Ini adalah bentuk tanggung jawab Tuhan terhadap makhlukNya. “Catatan” itu terjaga secara kearsipan sehingga segala bentuk komplain apapun nantinya akan terjawab bahwa dengan sifat kasih sayangNya, Tuhan telah memberikan lebih dari apa yang tercatat. Inilah makna subtantif dari kalimat bismillahir rahmanir rahiim.

Dengan demikian sesungguhnya kehidupan alam ( makrokosmos ) dan manusia ( mikrokosmos ) diciptakan dan dilingkupi oleh sifat rahman dan rahim Tuhan. Jagat raya yang luas terbentang, binatang dan tumbuhan, serta manusia bertasbih tertunduk merasakan kehangatan pelukan Tuhan. Dengan sifat kasih sayangNya yang luhur mengesankan bahwa sesungguhnya Tuhanlah sebenarnya ingin senantiasa dekat dengan makhlukNya.

Tidaklah pantas apabila keinginan dekat yang semula datang dari pihak Tuhan ternyata oleh makhlukNya niatan itu bertepuk sebelah tangan. Manusia ,khususnya, sering kali bersikap pongah terhadap Tuhan. Mereka mencampakkan Tuhan dalam setiap pekerjaanNya

Oleh karena itu tepatlah apa kata Nabi bahwa pekerjaan apapun yang tidak dimulai dengan menyebut nama Tuhan maka pekerjaan itu terputus nilainya karena pekerjaan apapun akan kembali padaNya. Bagaimana tidak, Tuhan saja memulai semua pekerjaanNya dengan terlebih dahulu memuji dan menyebut namaNya.

Dijelaskan dalam Al-Qur’an bahwa proses penciptaan manusia itu dilakukan tahap demi tahap dari bahan sederhana hingga terbentuk wujud manusia sempurna fisik dan potensinya. Tentunya tahapan penciptan ini juga melalui sentuhan “Tangan” Tuhan yang hangat penuh kasih sayang dan setiap tahapan penciptaan manusia itu tentunya juga diawali dengan membaca namaNya yang agung penuh kasih sayang.

Inilah mengapa ayat pertama turun pada Rasul itu adalah ayat Iqra’ bismi Rabbika alladzi kholaq, bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan. Ayat ini mengingatkan kembali pada manusia untuk bersikap seperti Tuhan dalam setiap gerak dan aktifitasnya yaitu senantiasa mengawali dengan membaca bismillah.

Kalau nilai seseorang diantaranya ditentukan oleh tingkat produksinya, kemampuan untuk berkarya bernilai ekonomis yang mampu memenuhi kebutuhan hidupnya, maka bagaimana bila nilai karya dia itu justru terputus dimata Tuhan???.

Sekali lagi marilah kita berlomba-lomba untuk meraih sebanyak-banyaknya kasih sayang Tuhan dengan membaca bismillah dalam setiap aktifitas kita. Amin.

By: Abu Dja’far



[1] Semua pembukaan surat-surat Al-Qur’an diawali oleh kalimat bismillah dan disunahkan untuk membacanya. Pada surat Al-Fatihah, kalimat bismillah menurut mayoritas pendapat Ulama’ termasuk ayat dari tujuh ayat surat Al-Fatihah. Kecuali pada surat Al-Bara’ah kalimat bismillah tidak ditulis juga dilarang membacanya ketika mengawali bacaan surat tersebut.

Hidup Dengan Nilai Kesantrian

Hidup Dengan Nilai Kesantrian

Termasuk hal yang dikaji dalam filsafat adalah nilai atau value. nilai secara sederhana berarti sesuatu yang memiliki harga, sedangkan salah satu indikator bahwa sesuatu itu memiliki harga adalah apabila ia memiliki nilai tukar. sebuah contoh sederhana, bahwa jual-beli itu didorong oleh kebutuhan untuk mendapatkan sesuatu yang berharga ditukar dengan melepaskan miliknya yang berharga pula.
Begitu pula tentang nilai hidup kesantrian merupakan satu tata nilai yang berharga, tata nilai yang memiliki nilai filosofinya tersendiri dalam globalitas tata nilai mondial yang di ikuti oleh manusia dalam peradabannya. nilai kesantrian ini bersumber dari sebuah tradisi lama yang memiliki sejarahnya tersendiri. sejarah itu merupakan akulturasi dari dua tradisi yang berbeda, namun memiliki nilai esensial yang sama. tradisi itu adalah tradisi keagamaan islam sufi yang asketis, fiqh minded, dengan tradisi jawa lama. mengapa demikian karena istilah santri sendiri tidak berasal dari istilah arab melainkan ia merupakan bahasa sangsekerta. Dengan demikian nilai-nilai kesantrian memiliki perwatakan yang khas dan akulturatif, serta fleksible.
lantas dari manakah seseorang dapat memiliki nilai-nilai kesantrian tersebut? tentu saja nilai-nilai itu didapat dalam kehidupan pesantren. pesantren adalah sebuah lembaga pendidikan keagamaan islam yang dikembangkan dengan pola kepemimpinan ulama' ( baca: kiyai ) . institusi pendidikan ini memiliki setidaknya tiga unsur utama yang mendukung terciptanya kelangsungan tata nilai kesantrian yang berkembang di dalamnya. tiga unsur tersebut adalah pertama adanya figur kepemimpinan yang sentral dalam mengendalikan roda kehidupan pesantren. figur ini adalah seorang kiyai (ulama') yang diakui kedalaman ilmu agama dan kharismatikanya dimata masyarakat. kiyai, disamping memegang peran sentral kegiatan pesantren, merupakan sumber referensi bagi para santri dalam setiap pemecahan problem karena kiyai dianggap profil yang sempurna, bahkan ada semacam dorongan psikologis dikalangan santri untuk dapat mengcopy secara detail pola kehidupan kiyainya. dorongan ini logis karena kiyai (ulama') dianggap sebagai kelanjutan representasi visi dan misi kenabian, Al-Ulama' waratsah Al-Anbiya'. semakin kuat dorongan untuk mengadopt pola hidup kiyai semakin kuat orientasi kesantrian yang dimiliki oleh santri.
unsur kedua adalah masjid dan gubuk santri. keduanya merupakan variable penting pembentukan pola hidup kesantrian. dikatakan dalam salah satu tulisan Gus Dur yang berjudul "pesantren sabagai sub kultur" bahwa pola kehidupan santri mengikuti pola ibadah lima waktu yang berpusat di masjid. masjid merupakan sentra segala aktifitas pesantren dimana segala macam agenda kegiatan berdasarkan ibadah sholat di masjid, tidak boleh ada kegiatan yang menyimpang darinya. makanya tidak mengherankan bila ada aktifitas yang tak lazim bila dikerjakan oleh masyarakat non pesantren sementara oleh kalangan santri hal itu merupakan hal yang wajar, seperti mencuci pakaian pada malam hari diatas jam 10 malam, karena waktu tersebut bukan waktu produktif untuk belajar sedangkan waktu pagi hari hingga menjelang siang merupakan waktu produktif untuk belajar ilmu-ilmu agama. Sementara gubuk santri berfungsi memudahkan proses interaksi santri-kiyai. gubuk santri biasanya dibangun secara sederhana dengan mengabaikan nilai estetika kontruksi. Bahkan ada beberapa pesantren yang hanya menyediakan tanahnya saja sementara santrilah yang membangun gubuk-gubuk tersebut. hal ini dimaksudkan bahwa selama proses ngelmu kesederhanaan merupakan syarat untuk mencapai sukses. kesederhanaan ini juga terlihat dalam pola makan santri, biasanya santri menyusun jadwal kerja kelompok yang bertugas memasak nasi.
unsur ketiga adalah literatur. pesantren memiliki literatur yang menjadi panduan kiyai dalam proses transfer ilmu kepada santri. literatur pesantren berbasis pada khasanah pemikiran ulama' salaf yang terhimpun dalam empat mazhab pada bidang fiqh, mengikuti imam hasan al-as'ary dan imam almaturidy pada bidang aqidah, serta imam al-junaidy dan al-ghozaly pada bidang tasauf, serta pengajaran Al-Qur'an dan Al-Hadits. pengajaran literatur pesantren tersebut diajarkan secara bertahap bersifat aplikatif. maksud dari pengajaran secara bertahap adalah bahwa pengetahuan agama yang diserap santri dari gurunya itu dimulai dari hal-hal basic hingga tingkat mahir (alim), sementara itu akuran kesalehan seorang santri sangat diukur oleh sejauh mana ia dapat mengamalkan (aplicated) pengetahuan agamanya dalam kehidupan sehari-hari.
dari deskripsi singkat diatas dapat kita tarik satu pemahaman bahwa nilai-nilai moralitas kehidupan santri berpijak pada kepemimpinan dan kepatuhan, kesederhanaan, dan pengamalan terhadap seluruh hasil dari proses ngelmu di pesantren. kepemimpinan sesungguhnya adalah tradisi lama yang telah tumbuh dalam pesantren, bahkan pengalaman pertama yang kita rasakan dan menjadi pelajaran awal hidup di pesantren adalah tentang kepemimpinan,yhnyaa saja edukasi kepemimpinan kepatuhan atau loyalitas terhadap gurunya sangat diperlukan santri selama belajar dalam bimbingan kiyai, karena disamping mengharapkan ilmunya, seorang santri sangat berharap kerelaan (ridho) gurunya. kerelaan kiyai terhadap santri mendorong terwujudnya kedekatan emosional hubungan guru-murid. kesederhanaan merupakan modal dasar bagi santri selama menjalani pendidikan pesantren. dengan kesederhanaan santri dapat memfokuskan diri dalam kesibukan(istighol) belajar ilmu agama. kesederhanaan merupakan cara efektif membendung nafsu sahwat konsumerisme. termasuk diantara pengendalian diri dari pola hidup foya-foya selama di pesantren itu dengan menjalankan puasa sunnah.