Senin, 15 Desember 2008

PKS: Wacana Gelar Pahlawan Bagi Soeharto

PKS : Wacana Gelar Pahlawan Bagi Soeharto

Oleh : Abu Dja’far

Menjelang 2009 suhu politik makin memanas. Kali ini partai PKS yang menyulut perdebatan sekitar wacana pahlawan dan gelar kepahlawanan. Setelah sebelumnya menuai kritik dari Amin Rais karena menyantumkan figure KH Ahmad Dahlan dalam iklan PKS, kini mereka menggulirkan wacana pemberian tanda pahlawan bagi mantan presiden Soeharto, penguasa ORBA .

Beberapa waktu lalu bertepatan hari pahlawan 10 November pemerintah memberikan gelar pahlawan bagi Bung Tomo dan M Nasir. Pengukuhan tanda gelar ini diberikan setelah melalui perdebatan panjang karena menurut pemerintah kedua tokoh ini dianggap “bermasalah”. Bung Tomo hanya dianggap sebagai tokoh local perjuangan arek-arek Suroboyo yang belum layak mendapatkan pengakuhan secara nasional sebagai pahlawan. Sementara itu meskipun pemikiran dan kiprah M Nasir dipentas perjuangan merebut kemerdekaan diakui secara nasional, namun beliau dianggap sebagai actor dibalik pemberontakan PRRI, sehingga hal ini mengurangi citranya sebagai tokoh nasional. Mungkin dari sinilah latarbelakang mengapa PKS melemparkan wacana perlunya memberikan gelar kepahlawanan bagi mantan penguasa orba yang controversial itu. Yang menarik adalah apa sesungguhnya yang hendak dicapai oleh PKS dengan menggulirkan wacana ini ke publik menjelang pemilu 2009?

Sebagai partai dakwah, PKS didukung oleh anak-anak muda yang memiliki semangat perubahan dan tingkat militansi yang tinggi. Mereka umumnya adalah mahasiswa aktifis kampus yang mau bekerja dan memiliki semangat keislaman yang kuat. Dimana-mana simpatisan PKS menggelar aksi-aksi social seperti bakti social, relawan musibah tsunami, dan tak kala penting adalah aksi demonstrasi non anarkis dan tertib sehingga banyak mendapatkan simpati dari masyarakat. Fenomena pilkada membuktikan bahwa masyarakat telah mendapatkan tempatnya untuk menjatuhkan pilihan politik mereka. Dari sekian banyak pilkada-pilkada yang digelar PKS merupakan partai yang menentukan berhasil tidaknya tokoh yang diusung. Dari sinilah PKS merasa telah memiliki kalkulasi politik menjelang pilpres 2009. Citra yang semakin baik ditopang oleh mesin politik dan system koordinasi hingga tingkat bawah meningkatkan tingkat kepercayaan mereka untuk menggarap pemilih di luar mereka.

Dengan satu asumsi bahwa mereka memiliki pemilih tetap dari kalangan muda mahasiswa dan masyarakat kelas menengah Islam yang tidak dapat diotak-atik, mereka mulai menggarap masyarakat yang secara emosional tidak terlalu terikat oleh semangat keislamannya meskipun mereka adalah orang-orang Islam. Mereka-mereka ini adalah orang-orang yang dulunya menentukan afiliasi politiknya ke partai Golkar dan cenderung Soehartois. Dengan sedikit gambling PKS mencoba mengangkat wacana kepahlawanan Soeharto ke masyarakat sembari wait and see bagaimana umpan balik bola politik itu, yaitu sejauh mana responsi positif yang muncul dari pemilih soehartois tentang tawaran ide PKS itu yaitu layak tidaknya idola mereka menerima gelar pahlawan.

Barangkali saja PKS tidak terlalu ngotot terhadap wacana itu karena mereka sadar bahwa pasti ada gerakan counter dari para korban politik orba, minimal targetnya adalah citra yang semakin baik dan penerimaan yang semakin luas. Makanya strategi yang dipilih adalah menjadikan Anis Matta sebagai juru bicara karena dia dianggap memiliki kapasitas dan kemampuan verbal untuk meyakinkan masyarakat. Dan yang paling penting bahwa Anis Matta merupakan representasi kaum muda yang menginginkan perubahan, oleh karena itu bisa diasumsikan bahwa seolah-olah telah terjadi pergeseran kesadaran kolektif opini kaum muda terhadap soeharto. Siapakah yang diuntungkan? PKS kah, Soeharto beserta keluarganya, ataukah justru Anis Matta, karena keberhasilan dia meyakinkan pemilih Soehartois akan mengukuhkan posisi dia untuk menapaki jabatan presiden PKS mendatang. Wassalam.

1 komentar:

  1. Dalam talk show di TV One, Tiffatul mengatakan bahwa tidak ada tanda pengesahan secara resmi gelar pahlawan kepada Soeharto dari PKS. Ini artinya, PKS secara struktural -- sampai saat ini -- tidak mengakui Soeharto sebagai pahlawan.

    Menurut saya, pengguliran wacana kepahlawanan Soeharto sangat bagus dalam membangun iklim politik intelektual bukan sekadar pasang bendera, bagi brosur, atau bahkan memasang iklan kosmetika pribadi, yang selama ini berkembang di alam demokrasi kita. PKS menggelar wacana dan ditanggapi di berbagai forum dan kesempatan. Pro dan kontra dalam hal ini sangat positif karena dikembangkan dalam bentuk dialog dan diskusi seingga terjadi arus pertukaran pemikiran.

    Keprihatinan saya adalah adanya protes dari sebagian kalangan yang tidak rela tokoh-tokoh mereka dicantumkan PKS. Ada yg tidak rela karena tokoh-tokoh mereka disejajarkan dengan Soeharto, ada juga yang merasa tokoh-tokoh mereka "diambil" PKS. Ini tentu saja langkah mundur dalam berorganisasi.

    Tokoh-tokoh yang ditampilkan dalam iklan itu adalah tokoh bangsa. Semua orang Indonesia berhak mencantumkan, mengidolakan, dan meneladani tokoh-tokoh tersebut karena mereka berjuang untuk bangsa bukan untuk golongan.

    PKS selama ini telah mengajarkan kepada publik bahwa seorang tokoh yang sudah menasional, baik secara kultural maupun struktural, ia bukan lagi milik golongan itu sendiri. Ia menjadi milik bangsa. Ini dibuktikan dengan mundurnya Nurmahmudi & Hidayat Nur Wahid sebagai Presiden PKS sewaktu menerima amanah sebagai Menhutbun & Ketua MPR.

    PKS selama ini juga memperlihatkan cara berpolitik yang santun. Aksi massa PKS jauh dari kesan anarkis, bahkan terkadang itu menjadi ajang rekreasi keluarga, menunjukkan betapa aman dan santunnya berpartai. Lihat pula setiap pergantian kepengurusan partai. Tidak ada teriak-teriak, lempar kursi, apalagi sampai mengancam membuat partai baru. Apakah PKS menekan konflik? Tentu tidak. Konflik adalah sesuatu yang alami dalam interaksi. Konflik akan menjadi baik jika ditangani dengan baik dan PKS cerdas dalam manajemen konflik di internal partai sehingga kita bisa melihat PKS yang utuh dan solid.

    Sebenarnya, tidak kita sadari, dengan pengguliran wacana kepahlawanan Soeharto ini atau sikap politik lainnya, PKS telah mengajarkan budaya berorganisasi berbasis MORAL dan INTELEKTUAL bukan PRIMORDIAL atau murni FINANSIAL.

    BalasHapus