Rabu, 17 Desember 2008

Ihsan

IHSAN*

Ketika belajar di pesantren dulu, aku ingat ada pengetahuan baru yang aku peroleh dari keterangan guruku, yaitu tentang ihsan. Waktu itu pelajaran ilmu tauhid. Ihsan itu kata guruku adalah lanjutan dari islam dan iman. Bila seseorang ingin memiliki nilai lebih dihadapan Allah maka ia harus bersikap ihsan. Salah seorang dari temanku yang kebetulan cerdas dan kritis bertanya bagaimana seseorang bisa mencapai derajat iman yang sesungguhnya, oleh guruku dijawab bahwa semua itu dicapai bila ia telah mencapai derajat ihsan. Ihsan, demikian kata guruku menjelaskan adalah beribadalah pada Allah seakan-akan engkau melihatnya, dan bila engkau tidak mampu melihat Allah maka sesungguhnya Allah melihatmu.

Masih ingat betul pada saat itu bahwa contoh yang diberikan guruku untuk memahamkan konsep ihsan kepada semua siswa yang mengaji saat itu adalah contoh sholat. Tentu saja saat itu aku belum bisa mencerna semua keterangan beliau tentang ihsan, lebih-lebih aplikasinya dalam bentuk sholat. Dan kinipun aku rasa masih dalam tanya yang besar, yaitu apakah setelah lama mendalami ilmu agama di pesantren saya dapat mencapai apa yang diharapkan oleh guruku tersebut. Sering kali aku berfikir bahwa jangankan untuk mencapai tingkatan memahami konsep ihsan dengan baik, konsep islam dan iman pun aku merasa belum memahami sepenuhnya terlebih mempraktikkannya.

Sampai suatu ketika dalam pengajian tafsir yang saya ikuti, kiyai saya mengupas tentang ayat yang mengatakan:

,”fattaqu Allah maa istatho’tum”.

Secara sederhana beliau menyatakan bahwa sesungguhnya Allah senantiasa menuntut hambanya untuk berlomba-lomba meningkatkan ketaqwaannya hingga ia merasa bahwa kemampuan dirinya untuk berserah diri pada Allah telah mencapai titik optimal dalam usahanya, sambil beliau menunjukkan ayat yang mendukung ulasannya “ fastabiquu al-khoiraat…” .

Bukan berarti bahwa ayat itu telah menggugah aku untuk mencapai pemahaman yang benar tentang ihsan. Hingga tulisan ini aku buatpun aku belum memahami secara tuntas tentang maksud dari ihsan. Hanya saja dapat aku katakan bahwa ada bebetapa hal yang menurut saya baik untuk saya kemukakan disini yang dapat membantu memperbaiki pemahaman saya tentang ihsan.

Saya memahami konsep ihsan itu haruslah berpijak dari kepasrahan dan keyakinan yang mendalam bahwa beragama yang benar adalah praktik nyata seorang muslim. Bagaimana kita mampu menginsafi sebuah ajaran agama bilamana dalam kenyataanya sering kali kita justru nihil dalam aktualisisinya. Menyakini sebuah ajaran agama menuntut seseorang untuk membuktikan secara nyata bahwa ia memang betul-betul beriman sepenuhnya dan pada jalur yang dikehendakiNya.

Dari asumsi ini saya mengembangkan lebih lanjut mengenai aplikasi konsep ihsan, diantaranya adalah pertanyaan obyek ihsan itu apakah meliputi wilayah horisontal disamping bersifat vertikal? Ini penting bagi kita bila ingin mendapatkan pengertian yang cukup tentang maksud dari konsep ihsan. Tidakkah kita juga pernah dengar bahwa ada ayat yang menjelaskan bahwa justru keselamatan kita terletak pada keseimbangan hubungan vertical dan horisontal kita:

,”Dan berpegang teguhlah pada tali Allah (hablun min Allah) dan tali Manusia (hablun min an-nas) ……,”

. Rasul sendiri pernah bersabda:

,”sebaik-baik manusia adalah mereka yang paling bermanfaat bagi manusia”.

Oleh karena itu saya yakin bahwa makna ihsan yang sesungguhnya dari redaksi hadis yang menyatakan bahwa :

.“beribadahlah seakan kita melihat Allah, dan bilamana kita tidak mampu melihat Allah maka sungguh Allah melihat kita”, adalah bahwa setiap ibadah yang kita tujukan pada Allah baik ritual maupun sosial adalah berlandaskan pada sikap pasrah dan keyakinan yang tulus untuk mengimplementasikan keislaman dan keimanan kita dalam kehidupan yang nyata ditengah-tengah masyarkat.

Adapun contoh sholat yang di kemukakan oleh guruku dahulu adalah bukti bahwa sholat haruslah berfungsi sebagai pembina keharmonisan hidup kita selaku hamba Allah dan umat manusia. Benarkah konsep ihsan yang demikian ini? Abu dja’far*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar