Senin, 12 April 2010

merubah kultur

tidak mudah bagi seseorang dapat merubah kebiasaan atau kultur, lebih-lebih kebiasaan yang kurang bagus. diperlukan keberanian ekstra untuk usaha merubah kebiasaan jelek. satu contoh dimasyarakat kita tumbuh kultur jam karet (sering terlambat, molor) kurang disiplin dan kurangnya penghargaan terhadap waktu.maka tidak heran bila ada satu orang mencoba tepat waktu maka akan banyak komentar dari sekelilingnya.
ada satu pertanyaan menggelitik mengapa timnas sepakbola kita kurang lebih dalam satu dasawarsa terakhir tidak pernah tidak pernah menggondol piala diberbagai kejuaraan, meski level ASEAN. alih-alih dapat mengalahkan Tailand ataupun singapura, sama vietnam saja kita sering kedodoran. paling jauh kita hanya menang sama malaysia, mengapa ? untuk kasus kita menang sama malaysia karena lebih ditentukan perasaan "dendam" politik nasional yang kebawa-bawa dalam urusan sepakbola.
lain lagi ketika membaca berita kekalahan pecatur nasional kita, susanto megaranto. apa komentar pengamat kita? bahwa susanto kurang kreatif dalam mengembangkan pola permainan. artinya bahwa susanto kurang latihan karena latihan itu yang akan dapat mengembangkan kreatifitas pola permainan catur.sama artinya bahwa selama ini dia hanya terpaku pada skema permainan yang dia pelajari dalam diktat permainan catur.
dalam dunia usaha dan pendidikan juga kita mendapati bahwa secara kultur sesungguhnya kita malu sebagai bangsa yang rendah dalam profesionalitas. kita beberapa tahun ini dikenal sebagai bangsa yang paling korup, boros budget, meski orde pemerintahan kita berubah. orde reformasi hanya sebatas perubahan pucuk pimpinan belum masuk kedalam reformasi mentalitas kerja dan dedikasi dalam pekerjaan. menurut salah satu hasil risert menyatakan bahwa kita sama malaysia dalam hal penerbitan buku dalam tiap tahunnya. salah satu hasil risert itu juga menyatakan bahwa ini menunjukkan sangat kecilnya minat baca kita sebagai bangsa.
lantas bagaimana cara merubah kultur negatif yang lama tumbuh dan menjadi stigma bangsa kita ?
kita harus merubah filosofi hidup kita sebelum melakukan perubahan lainnya karena filosofi merupakan landasan utama yang menjadi basic bagi setiap gerak dan eskpresi hidup kita. apabila filosofi hidup kita salah maka sangat sulit untuk mencapai tujuan kehidupan yang benar. sebaliknya bila filosofi hidup kita benar maka kemungkinan besar tujuan hidup kita juga benar. filosofi hidup ini sangat terkait dengan bagaimana cara berfikir kita (mainset). satu contoh cara berfikir kita yang salah, ketika presiden Gus Dur keliling eropa dalam masa-masa pemerintahnnya yang menghabiskan dana 58 milyar seketika semua orang komentar mengapa mengahabiskan dana segitu besar untuk tujuan yang kurang jelas( demikian kira-kira komentar tersebut)mendingan dana itu untuk pembanguna fisik pendidikan nasional kita? saya pikir itu bukan solusi dari ketidaksetujuan kebijakan Gus Dur keliling eropa( terlepas pro-kontra) karena pada saat yang sama mental korup pejabat kita sudah sangat akut. kita yakin seberapa pun pemerintah menggelontor uang untuk memajukan pendidikan nasional maka hasilnya tetap saja baik dari segi kualitas maupun kunatitas, karena dana itu tidak akan tersalurkan sampai kemasyarakat. dana itu PASTI akan dikorup oleh pejabat yang matanya pasti akan hijau bila melihat uang yang banyak.
di negeri kita pensiunan jenderal sepertinya nggak ada matinya. lepas dari kedinasan bisa berkiprah kemana-mana: KONI, PSSI, PARPOL, ORMAS, dll. tragisnya lagi masyarakat kita juga masih belum bisa lepas dari hegemoni tentara, seolah olah tentara bisa apa saja sampai urusan sepakbola. parameter yang digunakan untuk menilai kemampuan sesorang dinegeri kita masih sangat simplistik kalau nggak tentara ya konglomerat. padahal ada ungkapan bijak menyatakan the right man on the right place.
pendek kata sepertinya kita masih perlu belajar lagi bagaimana cara kita memandang diri kita sendiri secara cerdas sehingga dari situ kita semua dapat merubah kultur kita sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar