Jumat, 16 Oktober 2009

Menghadang maria ozawa.
Maria ozawa, atau miyabi yang biasa disapa, berencana datang ke Indonesia untuk syuting film yang berjudul menculik Miyabi yang diproduksi oleh maxima film. Miyabi merupakan bintang film berkategori dewasa ( adult movie) yang bekebangsaan jepang. Film ini diangkat dari novel yang juga kebetulan berjudul sama dengan rencana judul film yang diangkat. Mungkin sebelumnya nama dia hanya sebatas dikenal oleh para pecandu film dewasa, namun setelah rencana kedatangan dia ke Indonesia tidak dapat dipungkiri bahwa kini iapun dikenal semua lapisan masyarakat. Berita penolakan dan pandangan tokoh tentang boleh tidaknya dia masuk keindonesia untuk melakukan syuting menghiasi seluruh stasiun televisi nasional.
Sebenarnya penolakan ini tidak perlu terjadi bilamana pihak production house tidak ngotot menampilkan maria ozawa sebagai pemeran miyabi dalam film tersebut, meskipun seperti dikatakan diatas bahwa kebetulan nama dia sama dengan judul novel yang diangkat. Pemerintah maupun ormas agama tentu kesulitan membredel film itu dengan alasan bahwa miyabi adalah maria ozawa. Dan lagi pula cerita tersebut belum tentu mengangkat cerita kehidupan maria ozawa, dan bukan rahasia kalau dalam dunia perfilman kita banyak sekali film-film yang, ma’af-ma’af, antara judul film dengan alur cerita sering tidak nyambung.
Menarik untuk kita renungkan apa yang dikatakan ust. Yusuf Mansur, “ bagaimana kita disini tidak menolak, sedang orang tuanya mengusirnya dari lingkaran keluarga. Pandangan pengasuh PP Darul Qur’an ini mungkin dilatarbelakangi kekhawatiran dan ekses negatif kedatangan aktris porno ini dikemudian hari, bahwa jangan sampai ini permulaan untuk pembenaran kedatangan selanjutnya artis-artis porno lainnya. Hal ini wajar mengingat pornografi ( adegan porno) sangat berpengaruh terhadap mental dan kejiwaan bagi orang yang melihat. Sebagai bukti, menurut laporan salah satu media ibukota dikatakan bahwa kepingan CD maria ozawa mengalami kenaikan dalam permintaan hingga mencapai lima kali lipat. Ibarat terorisme, pornografi menteror pikiran dan prilaku seseorang hingga ia terseret melakukan adegan porno.
Mestinya Maxima film mengkalkulasi untung-ruginya mendatangkan maria ozawa keIndonesia. Seharusnya pihak management mengukur tingkat resistensi maria ozawa dimata publik, sebelum memutuskan memakai jasa dia dalam film yang akan digarap. Jangan sampai atas nama demokratisasi dan kebebasan berekspresi menerobos batas-batas nilai yang dianut oleh masyarakat. Mungkin maxima film harus belajar banyak dari arswendo di era 90an.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar